Selasa, 10 Oktober 2017

---Kapan kau akhiri?---
(Oleh: Usi Supinar)

Adzan subuh berkumandang..
Sejuknya angin kaki gunung depan jendela kamar, mengiringi pagi mengundang.
Ayat suci terlantun indah di kamar sebelah,
Mereka beribadah dengan giat penuh Lillah.

Lantas, mengapa aku belum tergugah??
Antara resah Dan gundah.
Semua berkecamuk mengiringi lelah.
Lelah pikirku. Mengapa diri belum juga mengerti???
Semakin ia bertanya,
Kapan kau sadar duhai diri yang penuh dengki???
Kapan kau akhiri sakiti nurani???
Kapan kau buat hati menjadi suci???
Kapan kau turuti akal dan naluri???
Kapan kau kasihani batin yang haus akan Illahi???

BuahPenaUsiSupinar.blogspot.com
IG: usi_supinar
(Jatinangor, 22 Juli 2017)
---Ketika Kurasa Sakit ini---
(Oleh: Usi Supinar)

Langkahku mulai melemah ketika aku tiba di persimpangan jalan ini...
Kakiku tertusuk duri yang tak bisa dipungkiri ia telah menancapkan sakit di hati.
Mungkin akibat langkahku yang salah hingga sakit itu masih terasa kini.
Tanganku tersabit pisau hingga perihnya menyayat hati.
Mungkin atas kecerobohanku dalam berbuat hingga membuat rasa semakin tercabik kini.
Mataku Panas dan kering hingga menggersangkan hati.
Mungkin Karena ia tak bisa dijaga sampai tangis pun tak lagi mengeluarkan air mata kini.

Kini kusadari, dan terucap ungkapan sakit ini...
Maafkan atas kegilaan tubuh dan hati  ini Ya Rabb.
Bukankah Engkau Maha Agung! Tunjukan keagungan-Mu.
Engkau Maha Besar. Maka tunjukan kebesaran-Mu.
Pun... Engkau Maha Esa. Mohon tunjukan Keesaan-Mu.

Hanya kepada-Mu. Dan jangan buat aku berpaling dari-Mu.
Sungguh... Aku lelah tanpa-Mu. Datangkan aku seorang yang bisa menguatkanku.
Sungguh... hanya Engkau Yang Mampu Kuatkan aku.

BuahPenaUsiSupinar.blogspot.com
IG: usi_supinar
(Jatinangor, 9 Oktober 2017)
---Dalam Menunggumu---
(Oleh: Usi Supinar)

Rintik hujan basahi biru jilbabku.
Ia menyatu dengan tangis dan haru.
Udara dingin pun menyusup pada tulang rusukmu.
Ia menyatu dengan detak kaku cemburu.

Kemana rasa ini harus kuungkapkan??
Aku lelah tanpa sandaran
Aku tak berdaya tanpa penopang

Lekaslah tiba duhai penguat jiwa
Aku menunggumu pun dengan sepenuhnya jiwa

Masa ini kutunggu kehadiranmu meyakinkan masa depanku.

(Jatinangor, 9 Oktober 2017)
---Sombong dengan Kebusukan---
Oleh: Usi Supinar

Aku lelah... Langkahku mulai melemah
Aku letih... Nafaskupun semakin perih
Adakah yang mampu kuatkan langkahku??
Adalah aku yang tak sanggup lagi menapaki penderitaan ini...

Kekecewaan itu hinggap hilir berganti, aku malu. Mengapa mereka mencibirku. Seakan akulah bahan celaan Hina mereka.
Kuakui.. aku hina di mata-Nya. Tapi apakah hanya aku???
Bukankah manusia tempat salah dan lupa.
Tak ayal tempat sampah, pastinya berisi sampah.
Kita hina. Tapi congkak dengan kehinaan itu.
Kita busuk. Tapi sombong dengan kebusukan itu.
Tak punya malukah kita???

(Jatinangor, 6 Oktober 2017) 18.11

Sabtu, 07 Oktober 2017

Adakah yang Mampu Meredam???
(Oleh: Usi Supinar)

Larut malam menenggelamkan kelamku
Tidak.
Ia tak mampu sedikitpun menutupi luka
Yang kurasa justru lukaku semakin menganga
Desir angin malam pun nampaknya tak mampu hembuskan kesejukan sedikitpun
Terlalu dingin mungkin.
Maka angin tak sanggup tepiskan luka

Terkadang aku bingung
Mengapa Tuhan ciptakan rasa dengki di hati setiap hamba-Nya?
Sedang seorang hamba disini tak sanggup disesakkan rasa itu
Kurasa aku mulai terseret dalam kemunafikkan jiwa
Berpura-pura tegar dihadapan setiap lawan bicara
Namun hati dan rasa tercabik dalam derita
Setiap saat ia tertusuk oleh hentakan emosi yang meluap
Ia tak sanggup menahan setiap tekanan yang menghimpit ruangnya
Mungkin esok atau lusa ia akan kembali meledak
Mengalirkan lahar dari luapan emosi dan penderitaan
Adakah lawan bicara yang mampu meredam ledakannya?

(Jatinangor, 08 Oktober 2017)

Sisa Mereka
Oleh: Usi Supinar
Mereka
Ombak yang saling berkejaran
Menghempaskan asa dan harapan
Mereka
Angin ribut yang porakporandakan
Menghancurkan keabadian
Mereka
Arus yang menggerus batang peradaban
Menyisakan sampah kenistaan

(Laut Pulau Pari, 4 Juni 2016)
Hanya Teritip
Oleh: Usi Supinar

Pasir di dasar laut terkeruk keserakahan ganasnya cantrang
Sisa bongkahan karang tak lagi kuat mencengkram bumi
Lamun terhempas terseret arus kemunafikan
Mangrove pun tak lagi sarangkan burung, kepiting dan udang
Tak sisakan ikan glodok
Mungkin dugong tak sudi singgah di lautku?
Hanya teritip yang tersisa
Menempel, bahkan merekat di bongkahan badan kapal terdampar
Tak lagi menempel benthos di lautku?
Tak lagi terbawa arus plankton di zona lateral lautku?
Tak lagi berenang nekton di wilayah pelagis lautku?

Sangat miris!
Sungguh...
Ini menyakitkanku
Sangat menusuk qolbu
Bagaimana tidak?
Nelayan tak lagi sisakan harapan
Bangsa ini di ambang kehancuran

(Laut Pulau Pari, 3 Juni 2016)
Langit Kelam di Atas Laut Biru Tak Berangan
Oleh: Usi Supinar

Berlayar aku dalam alunan nada-nada hayalan indah
Ditemani angin lembut meraba bulu roma
Diikuti ombak gemericak membasahi sampan harapan

Bongkahan kapal-kapal pesiar terbengkalai di tepi pantai
Tertumpuk semunya masa lalu yang mulai rapuh
Terhempas air dari muara sungai
Membasahi kapal yang semakin lusuh
Nelayan tersenyum berseringai
Tak lagi tercium aroma bau lusuh
Kerna mereka t’lah tinggalkan harapan
Kerna mereka tak lagi sisakan angan

Langit biru di penghujung siang tak tampak tergantikan oleh terang
Ia kelam meski matahari tak kunjung tenggelam
Ia hitam bak tertutupi awan muram
Pun langit biru t’lah hiasi pagi sampaikan pesan tanpa harapan menuju petang
Ia legam terselimuti langit yang mulai kusam
Ia nampak semakin muram tak terpancar sinar harapan
Nelayan pun terlanjur duka
Tak tersisa asa

(Laut Pulau Pari, 3 Juni 2016)

Jumat, 06 Oktober 2017

---Sombong dengan Kebusukan---
Oleh: Usi Supinar

Aku lelah... Langkahku mulai melemah
Aku letih... Nafaskupun semakin perih
Adakah yang mampu kuatkan langkahku??
Adalah aku yang tak sanggup lagi menapaki penderitaan ini...

Kekecewaan itu hinggap hilir berganti, aku malu. Mengapa mereka mencibirku. Seakan akulah bahan celaan Hina mereka.
Kuakui.. aku hina di mata-Nya. Tapi apakah hanya aku???
Bukankah manusia tempat salah dan lupa.
Tak ayal tempat sampah, pastinya berisi sampah.
Kita hina. Tapi congkak dengan kehinaan itu.
Kita busuk. Tapi sombong dengan kebusukan itu.
Tak punya malukah kita???

(Jatinangor, 6 Oktober 2017) 18.11