Kamis, 13 April 2017

Kau Tumpahkan Kopi Hitam Pekat Tepat di Wajahku
Oleh: Usi Supinar
(dalam Rasa Dalam Secangkir Kopi. 2016. Mawar Publisher)

Bismillah...

Pekat melekat tetap tak terelak
Hitam kelam menerkam seram

Secangkir kopi hitam legam yang kau suguhkan sore tadi
Menarik perhatianku ‘tuk sekedar mencicipinya
Andai desir  nadiku mungkin mengerti
Pasti ia tak mungkin menyangkal
Bahwa kopi hitam legam itu lekatkan pahit
Bahwa kopi hitam legam itu rekatkan sulit
Bahwa kopi hitam legam itu pekatkan sakit
Bahwa kopi hitam legam itu ‘kan tertumpah di wajahku

Pekatnya menggelapkan masa depan dan harapan
Terbayang pagar penghalang kegelapan di barat dan selatan membentang
Pahitnya biaskan kesakitan dalam nestapa
Tak terbayang warna dan rasa dalam senyuman
Hanya rupakah?
Apakah hanya tampak rupa saja?
Jika senyum hanyalah rupa, bahagia bukanlah nyata
Jika tangis hanyalah rupa, luka adalah nyata

Mengapa bukan kopi mocha dengan nikmatnya kelembutan coklat
            Atau cappucino yang mentuhankan kesempurnaan
            Mungkin frappe yang dingin namun menggelitik
            Sampai expresso dengan kemegahan indahnya susu
            Bahkan latte yang setia membelai penuh kelembutan
Mengapa tak itu semua yang kau suguhkan padaku?
Mengapa harus si hitam kelam yang kini menutupi rupa dan parasku?

Tegakah kau tumpahkan kesuraman dalam masa depanku?
Kurasa...
Tak mungkin kusanggup menjilati tetes dami tetes kepahitan ini

(Sumedang, 09 Mei 2016)

Puisi Meracuniku
Oleh: Usi Supinar
(dalam Sajak-Sajak Anak Negeri Indonesia Berkreasi Tanpa Batas 3.
2016. Penerbit Rumah Kita)

Bismillah...

Mengukir mimpi dalam puisi
Menoreh asa dalam sajak
Meniti misteri didekap puisi
Menguak rasa ditengadah sajak
            Mengapa puisi sakitkan aku tertusuk mencucuk rusuk?
            Mengapa puisi senangkan aku tergirang menerang belulang??
            Mengapa???
Aku hidup bersama puisi, karna ia ‘tlah bangkitkan harapanku
Aku mati tanpa puisi, karna ia tak singgah di hatiku
Puisi ‘tlah racuni aku, ia melecut, ia meletup, ia memagut, ia tegak merentak di qolbuku

Sumedang, 29 Maret 2016


Wanita Penoreh Sejarah dalam Bait-bait Aksara Indah
Oleh: Usi Supinar
(dalam Sajak-Sajak Anak Negeri Perempuan dalam Aksara 2. 2016. Penerbit Rumah Kita)

Bismillah...

Aku ingin seperti Khadijah
Memiliki cinta yang agung pada Allah dan Rosulullah
Aku ingin seperti aisyah
Ikhlas mengalirkan air mata, mendorong kesusahan dan penderitaan bagi Rosulullah
Aku ingin seperti asiah
            Rela menaruhkan jiwa raga demi cintanya pada Yang Maha Mencintai hamba-Nya
Aku ingin seperti Robiah Adawiyah
            Menempatkan-Mu sebagai cinta sejatinya
Lalu... siapakah cinta sejatiku???
Hartakah? Atau tahta? Atau hanya cinta kepada makhluk-Mu semata???

Kau ciptakanku penuh cinta
Tapi aku lebih mencinta yang tak sepatutnya kucinta
Bagaimana aku bisa menjadi seorang muslimah shalihah
Seperti Khadijah, Aisyah, Asiah, Robiah Adawiyah dan semua wanita mulia di jagat raya
Mereka menorehkan sejarah dalam bait bait aksara indah
Sedangkan aku terlalu jauh dari kata dan makna goresan keindahan
Akankah aku menempati kemuliaan?

Jatinangor, 13 Februari 2016


Senin, 10 April 2017

Inilah Aku

Bismillah...
---Inilah Aku---
     Adalah cinta yang masih membuatku berdiri disini. Adalah rasa yang tak mungkin terelakkan setiap detik yang harus kulewati. Adalah luka yang selalu membuatku tersiksa dengan rasa ini. Adalah luka menganga yang terus menderai lara. Masa lalu yang memilukan, yang tak mungkin satu orangpun akan mengerti apa yang telah, tengah dan akan kurasa. Mungkin kau bingung mengapa aku memulai semua ini dengan tekanan kepedihan. Namun itulah yang terjadi, itu yang kurasa, dan itu yang selalu membuat air mataku tak berhenti mengalir dari kornea mata setiap aku mengingatnya. Ya... inilah aku. Wanita bertubuh kecil, dengan dua lesung pipit di pipi disertai kemunafikan dalam lubuk hatinya. Itulah aku, tubuh dengan sisa hidup dalam geramnya penderitaan, sosok dengan mimik muka yang selalu menyembunyikan luka di hatinya, mungkin akibat masa lalu yang tak seorangpun dapat mengerti apa plotnya, seperti apa alurnya, bahkan di sebelah mana konfliknya.
     Maaf. Mungkin aku terlalu jahat berani mengatakan ini semua. Tapi apa daya, itulah kenyataan penderitaan yang kurasakan. Maaf juga telah membuatmu bingung dengan bahasa yang terlalu bertele-tele. Biar kujelaskan sedikit. Aku adalah seorang anak buruh tani yang hidup di desa dengan penuh keterbatasan, baik dalam hal perekonomian, akses jalan, pemerintahan, keramayan, bahkan kasih sayang dan perhatian. Aku merupakan gadis dengan keterbatasan, karena masa lalu yang mungkin tidak semua orang pernah mengalaminya.
Ya... aku mengalami amnesia sekitar tiga tahun lalu akibat gegar otak karena kecelakaan sepulang sekolah. Kakiku bahkan kini bengkok akibat patah dan tak memiliki biaya untuk melakukan serangkaian operasi di rumah sakit. Mungkin semua orang yang mengetahui kronologi kecelakaan naas itu tak akan mengira bahwa aku akan masih hidup di dunia ini. Tapi Allah memang Maha Berkehendak, hingga akhirnya aku sadar kembali setelah koma dan melewati masa kritis, serta amnesia total alias tak mengenal siapapun  termasuk diriku sendiri selama hampir satu minggu. Selanjutnya dokter mengatakan aku mengalami anterogret amnesia parsial. Aku tak mampu mengingat sebagian besar masa laluku, teman dan sahabatku, mata pelajaran, ilmu agama, kenangan dan segala hal yang menyangkut ingatan. Semua ingatan teracak, sebagian ingatan hilang, secercah harapanpun ikut terbawa arus penderitaan. Ya, inilah aku.
Baiklah.. akan kumulai rangkaian goresan pena ini dengan senyuman. Maaf. Hanya senyum pahit yang bisa kutuai.. maaf. Aku masih si munafik disini. Tak sanggup kubohongi hati dan rasa dalam dada. Sesak tiada kupungkiri, ingin meledak, ingin meluap tapi tak sanggup terungkap. Mengapa kau bingung teman? Apa karena kau tak pernah mengalami sakitnya apa itu amnesia??? Ya... Mungkin hanya aku dan sebagian kecil orang di muka bumi ini yang merasakannya. Tapi tak apa. Aku akan selalu berusaha membuatmu percaya dengan apa yang kurasa.